Kamis, 20 Juni 2013

Ilmu Fiqih







PENGERTIAN FIQIH
Fiqih menurut bahasa berarti paham, seperti dalam firman Allah :
Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?” (QS.An Nisa :78)

dan sabda Rasulullah :
Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang, merupakan tanda akan kepahamannya” (Muslim no.1437, Ahmad no.17598, Daarimi no.1511)

Fiqih Secara istilah mengandung dua arti:

1. Pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad.

2. Hukum-hukum syari’at itu sendiri
Jadi perbedaan antara kedua definisi tersebut bahwa yang pertama di gunakan untuk mengetahui hukum-hukum (Seperti seseorang ingin mengetahui apakah suatu perbuatan itu wajib atau sunnah, haram atau makruh, ataukah mubah, ditinjau dari dalil-dalil yang ada), sedangkan yang kedua adalah untuk hukum-hukum syari’at itu sendiri (Yaitu hukum apa saja yang terkandung dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa syarat-syarat, rukun –rukun, kewajiban-kewajiban, atau sunnah-sunnahnya).

HUBUNGAN ANTARA FIQIH DAN AQIDAH ISLAM

Diantara keistimewaan fiqih Islam –yang kita katakan sebagai hukum-hukum syari’at yang mengatur perbuatan dan perkataan mukallaf – memiliki keterikatan yang kuat dengan keimanan terhadap Allah dan rukun-rukun aqidah Islam yang lain. Terutama Aqidah yang berkaitan dengan iman dengan hari akhir.
Yang demikian Itu dikarenakan keimanan kepada Allah-lah yang dapat menjadikan seorang muslim berpegang teguh dengan hukum-hukum agama, dan terkendali untuk menerapkannya sebagai bentuk ketaatan dan kerelaan. Sedangkan orang yang tidak beriman kepada Allah tidak merasa terikat dengan shalat maupun puasa dan tidak memperhatikan apakah perbuatannya termasuk yang halal atau haram. Maka berpegang teguh dengan hukum-hukum syari’at tidak lain merupakan bagian dari keimanan terhadap Dzat yang menurunkan dan mensyari’atkannya terhadap para hambaNya.

Contohnya:

a. Allah memerintahkan bersuci dan menjadikannya sebagai salah satu keharusan dalam keiman kepada Allah sebagaimana firman-Nya :

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS.Al maidah:6)

b. Juga seperti shalat dan zakat yang Allah kaitkan dengan keimanan terhadap hari akhir, sebagaimana firman-Nya :
(yaitu) orang-orang yang mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat dan mereka yakin akan adanya negeri akhirat.” (QS. An naml:3)

Demikian pula taqwa, pergaulan baik, menjauhi kemungkaran dan contoh lainnya, yang tidak memungkinkan untuk disebutkan satu persatu. (lihat fiqhul manhaj hal.9-12)

FIQIH ISLAM MENCAKUP SELURUH KEBUTUHAN MANUSIA
Tidak ragu lagi bahwa kehidupan manusia meliputi segala aspek. Dan kebahagiaan yang ingin dicapai oleh manusia mengharuskannya untuk memperhatikan semua aspek tersebut dengan cara yang terprogram dan teratur. Manakala fiqih Islam adalah ungkapan tentang hukum-hukum yang Allah syari’atkan kepada para hamba-Nya, demi mengayomi seluruh kemaslahatan mereka dan mencegah timbulnya kerusakan ditengah-tengah mereka, maka fiqih Islam datang memperhatikan aspek tersebut dan mengatur seluruh kebutuhan manusia beserta hukum-hukumnya.

Penjelasannya sebagai berikut:
Kalau kita memperhatikan kitab-kitab fiqih yang mengandung hukum-hukum syari’at yang bersumber dari Kitab Allah, Sunnah Rasulnya, serta Ijma (kesepakatan) dan Ijtihad para ulama kaum muslimin, niscaya kita dapati kitab-kitab tersebut terbagi menjadi tujuh bagian, yang kesemuanya membentuk satu undang-undang umum bagi kehidupan manusia baik bersifat pribadi maupun bermasyarakat. Yang perinciannya sebagai berikut:

1. Hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah. Seperti wudhu, shalat, puasa, haji dan yang lainnya. Dan ini disebut dengan Fiqih Ibadah.

2. Hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah kekeluargaan. Seperti pernikahan, talaq, nasab, persusuan, nafkah, warisan dan yang lainya. Dan ini disebut dengan fikih Al ahwal As sakhsiyah.

3. Hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan hubungan diantara mereka, seperti jual beli, jaminan, sewa menyewa, pengadilan dan yang lainnya. Dan ini disebut fiqih mu’amalah.

4. Hukum-hukum yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban pemimpin (kepala negara). Seperti menegakan keadilan, memberantas kedzaliman dan menerapkan hukum-hukum syari’at, serta yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban rakyat yang dipimpin. Seperti kewajiban taat dalam hal yang bukan ma’siat, dan yang lainnya. Dan ini disebut dengan fiqih siasah syar’iah.

5. Hukum-hukum yang berkaitan dengan hukuman terhadap pelaku-pelaku kejahatan, serta penjagaan keamanan dan ketertiban. Seperti hukuman terhadap pembunuh, pencuri, pemabuk, dan yang lainnya. Dan ini disebut sebagai fiqih Al ‘ukubat.

6. Hukum-hukum yang mengatur hubungan negeri Islam dengan negeri lainnya. Yang berkaitan dengan pembahasan tentang perang atau damai dan yang lainnya. Dan ini dinamakan dengan fiqih as Siyar.

7. Hukum-hukum yang berkaitan dengan akhlak dan prilaku, yang baik maupun yang buruk. Dan ini disebut dengan adab dan akhlak

Demikianlah kita dapati bahwa fiqih Islam dengan hukum-hukumnya meliputi semua kebutuhan manusia dan memperhatikan seluruh aspek kehidupan pribadi dan masyarakat.

SUMBER-SUMBER FIQIH ISLAM
Semua hukum yang terdapat dalam fiqih Islam kembali kepada empat sumber:

AL QUR’AN

Al Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi kita Muhammad untuk menyelamatkan manusia dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Ia adalah sumber pertama bagi hukum-hukum fiqih Islam. Jika kita menjumpai suatu permasalahan, maka pertamakali kita harus kembali kepada Kitab Allah guna mencari hukumnya. Sebagai contoh :

a. Bila kita ditanya tentang hukum khamer (miras), judi, pengagungan terhadap bebatuan dan mengundi nasib, maka jika kita merujuk kepada Al Qur’an niscaya kita akan mendapatkannya dalam firman Allah swt: (QS. Al maidah : 90)

b. Bila kita ditanya tentang masalah jual beli dan riba, maka kita dapatkan hukum hal tersebut dalam Kitab Allah (QS. Al baqarah : 275). Dan masih banyak contoh-contoh yang lain yang tidak memungkinkan untuk di perinci satu persatu.

AS SUNNAH
As-Sunnah yaitu semua yang bersumber dari Nabi berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan.

Contoh perkataan/sabda Nabi :
“Mencela sesama muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran”( Bukhari no.46,48, muslim no. .64,97, Tirmidzi no.1906,2558, Nasa’I no.4036, 4037, Ibnu Majah no.68, Ahmad no.3465,3708)

Contoh perbuatan:
apa yang diriwayatkan oleh Bukhari (Bukhari no.635, juga diriwayatkan oleh Tirmidzi no.3413, dan Ahmad no.23093,23800,34528) bahwa ‘Aisyah pernah ditanya: apa yang biasa dilakukan Rasulullah dirumahnya ? Aisyah menjawab:
“Beliau membantu keluarganya; kemudian bila datang waktu shalat, beliau keluar untuk menunaikannya.”

Contoh persetujuan :
apa yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (Hadits no.1267) bahwa Nabi pernah melihat seseorang shalat dua rakaat setelah sholat subuh, maka Nabi berkata kepadanya:
“Shalat subuh itu dua rakaat” orang tersebut menjawab, “sesungguhnya saya belum shalat sunat dua rakaat sebelum subuh, maka saya kerjakan sekarang.” Lalu Nabi saw terdiam”
Maka diamnya beliau berarti menyetujui disyari’atkannya shalat sunat qabliah subuh tersebut setelah shalat subuh bagi yang belum menunaikannya.

As-Sunnah adalah sumber kedua setelah al Qur’an. Bila kita tidak mendapatkan hukum dari suatu permasalahn dalam Al Qur’an maka kita merujuk kepada as-Sunnah dan wajib mengamalkannya jika kita mendapatkan hukum tersebut. Dengan syarat, benar-benar bersumber dari Nabi e dengan sanad yang sahih. As Sunnah berfungsi sebagai penjelas al Qur’an dari apa yang bersifat global dan umum. Seperti perintah shalat; maka bagaimana tatacaranya didapati dalam as Sunnah. Oleh karena itu Nabi bersabda:

“shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” (Bukhari no.595)

Sebagaimana pula as-Sunnah menetapkan sebagian hukum-hukum yang tidak dijelaskan dalam Al Qur’an. Seperti pengharaman memakai cincin emas dan kain sutra bagi laki-laki.

IJMA’
Ijma’ bermakna: Kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari umat Muhammad saw dari suatu generasi atas suatu hukum syar’i, dan jika sudah bersepakat ulama-ulama tersebut—baik pada generasi sahabat atau sesudahnya—akan suatu hukum syari’at maka kesepakatan mereka adalah ijma’, dan beramal dengan apa yang telah menjadi suatu ijma’ hukumnya wajib.
Dan dalil akan hal tersebut sebagaimana yang dikabarkan Nabi saw, bahwa tidaklah umat ini akan berkumpul (bersepakat) dalam kesesatan, dan apa yang telah menjadi kesepakatan adalah hak (benar).
Dari Abu Bashrah ra, bahwa Nabi saw bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan ummatku atau ummat Muhammad berkumpul (besepakat) di atas kesesatan” (Tirmidzi no.2093, Ahmad 6/396)

Contohnya:
Ijma para sahabat ra bahwa kakek mendapatkan bagian 1/6 dari harta warisan bersama anak laki-laki apabila tidak terdapat bapak.

Ijma’ merupakan sumber rujukan ketiga. Jika kita tidak mendapatkan didalam Al Qur’an dan demikian pula sunnah, maka untuk hal yang seperti ini kita melihat, apakah hal tersebut telah disepakatai oleh para ulama muslimin, apabila sudah, maka wajib bagi kita mengambilnya dan beramal dengannya.

QIYAS
Yaitu: Mencocokan perkara yang tidak didapatkan didalamnya hukum syar’i dengan perkara lain yang memiliki nas yang sehukum dengannya, dikarenakan persamaan sebab/alasan antara keduanya.
Pada qiyas inilah kita meruju’ apabila kita tidak mendapatkan nash dalam suatu hukum dari suatu permasalahan, baik di dalam Al Qur’an, sunnah maupun ijma’.
Ia merupakan sumber rujukan keempat setelah Al Qur’an, as Sunnah dan Ijma’.

Rukun Qiyas
Qiyas memiliki empat rukun: 1. Dasar (dalil), 2. Masalah yang akan diqiyaskan, 3. Hukum yang terdapat pada dalil, 4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan.

Contoh:
Allah mengharamkan khamer dengan dalil Al Qur’an, sebab atau alasan pengharamannya adalah karena ia memabukkan, dan menghilangkan kesadaran. Jika kita menemukan minuman memabukkan lain dengan nama yang berbeda selain khamer, maka kita menghukuminya dengan haram, sebagai hasil Qiyas dari khamer. Karena sebab atau alasan pengharaman khamer yaitu “memabukkan” terdapat pada minuman tersebut, sehingga ia menjadi haram sebagaimana pula khamer.

Inilah sumber-sumber yang menjadi rujukan syari’at dalam perkara-perkara fiqih Islam, kami sebutkan semoga mendapat manfaat, adapun lebih lengkapnya dapat dilihat di dalam kitab-kitab usul fiqh Islam ( fiqhul manhaj, ‘ala manhaj imam syafi’i)

Wallahu A’lam .

Senin, 17 Juni 2013

ILMU TAUHID



ILMU TAUHID
DAN MAKNA SYAHADATAIN

Tauhid adalah: Mengesakan Allah semata dalam beribadah dan tidak menyekutukan-Nya. Dan hal ini merupakan ajaran semua Rasul alaihimusshalatuwassalam. Bahkan tauhid merupakan pokok yang dibangun diatasnya semua ajaran, maka jika pokok ini tidak ada, amal perbuatan menjadi tidak bermanfaat dan gugur, karena tidak sah sebuah ibadah tanpa tauhid.

Macam-macam Tauhid
Tauhid terbagi tiga bagian: Tauhid Rububiyah, Tauhid Asma’ dan Sifat dan Tauhid Uluhiyah.

1. Tauhid Rububiyah:
Yaitu menyatakan bahwa tidak ada Tuhan Penguasa seluruh alam kecuali Allah yang menciptakan dan
memberi mereka rizki. Tauhid ini juga telah diikrarkan oleh orang-orang musyrik pada masa dahulu. Mereka menyatakan bahwa Allah semata yang Maha Pencipta, Penguasa, Pengatur, Yang Menghidupkan,Yang Mematikan, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah ta’ala berfirman:
 “Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi
dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab,“Allah” maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)” (Q.S. Al Ankabut: 61)
Akan tetapi pernyataan dan persaksian mereka tidak membuat mereka masuk Islam dan tidak membebaskan mereka dari api neraka serta tidak melindungi harta dan darah mereka dari misi jihad islam, karena mereka tidak mewujudkan tauhid Uluhiyah, bahkan sebaliknya mereka berbuat syirik kepada Allah dalam beribadah kepada-Nya dengan memalingkan ibadah mereka
kepada selain Allah.

2. Tauhid Asma’ dan Sifat.
Yaitu: beriman bahwa Allah ta’ala memiliki zat yang tidak serupa dengan berbagai zat yang ada, serta
memiliki sifat yang tidak serupa dengan berbagai sifat yang ada. Dan bahwa nama-nama-Nya menyatakan dengan jelas akan sifat-Nya yang sempurna secara mutlak sebagaimana firman Allah ta’ala:

Tidak ada sesuatupun yang meyerupainya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. As Syura: 11)

Begitu juga halnya (beriman kepada Asma’ dan Sifat Allah) berarti menetapkan apa yang Allah tetapkan
untuk diri-Nya dalam Kitab-Nya, atau apa yang telah ditetapkan oleh Rasul-Nya shallallahu `alaihi wa sallam dengan penetapan yang layak sesuai kebesaran-Nya tanpa ada penyerupaan dengan sesuatupun, tidak juga memisalkannya dan meniadakannya, tidak merubahnya, tidak menafsirkannya dengan penafsiran yang lain dan tidak menanyakan bagaimana hal-Nya. Kita tidak boleh berusaha baik dengan hati kita, perkiraan kita, lisan kita untuk bertanya-tanya tentang bagaimana sifat-sifat-Nya dan juga tidak boleh menyamakan-Nya dengan sifatsifat makhluk .

3. Tauhid Uluhiyah.
Tauhid Uluhiyah adalah tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah dalam seluruh amalan ibadah yang
Allah perintahkan, seperti: berdoa, khouf (takut), raja’ (harap), tawakkal, raghbah (berkeinginan), rahbah
(takut), Khusyu’, Khasyah (takut disertai pengagungan), taubat, minta pertolongan, menyembelih, nazar dan ibadah yang lainnya yang diperintahkan-Nya. Dalilnya firman Allah ta’ala:

“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah
seseorangpun didalamnya di samping (menyembah) Allah” (Q.S: Al Jin:18).

Manusia tidak boleh memalingkan sedikitpun ibadahnya kepada selain Allah ta’ala, tidak kepada
malaikat, kepada para Nabi dan tidak juga kepada para wali yang shaleh dan tidak kepada siapapun makhluk yang ada. Karena ibadah tidak sah kecuali dilakukan dengan ikhlas untuk Allah, maka siapa yang memalingkannya kepada selain Allah dia telah berbuat syirik yang besar dan semua amalnya gugur. Kesimpulannya adalah seseorang harus berlepas diri dari penghambaan (ibadah) kepada selain Allah, menghadapkan hati sepenuhnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Tidak cukup dalam tauhid sekedar pengakuan dan ucapan syahadat saja jika tidak menghindar dari ajaran orang-orang musyrik serta apa yang mereka lakukan seperti berdoa kepada selain Allah misalnya kepada orang yang telah mati dan semacamnya, atau minta syafaat kepada mereka (orangorang mati) agar Allah menghilangkan kesusahannya dan menyingkirkannya, dan meminta pertolongan kepada mereka atau yang lainnya yang merupakan perbuatan syirik.
Wujud nyata Tauhid adalah: memahaminya dan berusaha untuk mengetahui hakikatnya serta melaksanakan kewajibannya, baik dari sisi ilmu maupun amalan, hakikatnya adalah mengarahkan ruhani dan hati kepada Allah baik dalam hal mencintai, takut (khauf), taubat, tawakkal, berdoa, ikhlas, mengagungkan-Nya, membesarkan-Nya dan beribadah kepada-Nya.
Kesimpulannya tidak ada dalam hati seorang hamba sesuatupun selain Allah, dan tidak ada keinginan
terhadap apa yang Allah tidak inginkan dari perbuatanperbuatan syirik, bid’ah, maksiat yang besar maupun kecil, dan tidak ada kebencian terhadap apa yang Allah perintahkan. Itulah hakikat tauhid dan hakikat Laa Ilaaha Illallah._

Makna Laa Ilaaha Illallah.
Maknanya adalah, tidak ada yang disembah di langit dan di bumi dengan haq kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Sesuatu yang disembah dengan bathil banyak jumlahnya, tapi yang disembah dengan haq hanya Allah saja. Allah ta’ala berfirman:

“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan
sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar” ( Q.S: Al Hajj: 62).

Kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan berarti : “Tidak ada pencipta selain Allah” sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang, karena sesungguhnya orang-orang kafir Quraisy yang diutus kepada mereka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mengakui bahwa Sang Pencipta dan Pengatur alam ini adalah Allah ta’ala, akan tetapi mereka mengingkari penghambaan (ibadah) seluruhnya milik Allah semata, tanpa menyekutukan- Nya. Sebagaimana firman Allah ta’ala:

 “Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja ?_ Sesungguhnya ini benar-benar satu hal yang sangat mengherankan” (Q.S: Shad:5).

Dipahami dari ayat ini bahwa semua ibadah yang ditujukan kepada selain Allah adalah batal. Artinya bahwa ibadah semata-mata untuk Allah. Akan tetapi mereka (kafir Quraisy) tidak menghendaki demikian, oleh karenanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam memerangi mereka hingga bersaksi bahwa tidak ada ilah yang disembah selain Allah serta menunaikan hakhak- Nya yaitu mengesa-kannya dalam beribadah kepada-Nya semata. Dengan pemahaman ini maka keliru apa yang diyakini oleh para penyembah kuburan pada masa ini dan orang-orang semacam mereka yang menyatakan bahwa makna Laa ilaaha illallah adalah persaksian bahwa Allah ada atau bahwa Dia adalah Khaliq sang
Pencipta yang mampu untuk menciptakan dan yang semacamnya dan bahwa yang berkeyakinan seperti itu berarti dia telah mewujudkan Tauhid yang sempurna meskipun dia melakukan berbagai hal seperti beribadah kepada selain Allah, berdoa kepada orang mati atau beribadah kepada orang mati dengan melakukan nazar atau thawaf dikuburannya dan mengambil berkah dengan tanah kuburannya.
Orang-orang kafir Quraisy telah mengetahui sebelumnya bahwa Laa ilaaha Illallah mengandung
konsekwensi yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dan hanya mengesakan Allah dalam ibadah.
Seandainya mereka mengucapkan kalimat tersebut dan tetap menyembah berhala, maka sesungguhnya hal itu merupakan perbuatan yang bertolak belakang dan mereka memang telah memulainya dari sesuatu yang bertentangan. Sedangkan para penyembah kuburan zaman sekarang tidak memulainya dari sesuatu yang bertentangan, mereka mengatakan Laa ilaaha Illallah, kemudian mereka membatalkannya dengan doa terhadap orang mati yang terdiri dari para wali, orangorang sholeh serta beribadah di kuburan mereka dengan berbagai macam ibadah. Celakalah mereka sebagaimana celakanya Abu Lahab dan Abu Jahal walaupun keduanya mengetahui Laa Ilaaha Illallah.
Banyak sekali hadits yang menerangkan bahwa makna Laa Ilaaha Illallah adalah berlepas diri dari
semua ibadah terhadap selain Allah baik dengan meminta syafaat ataupun pertolongan, serta mengesakan Allah dalam beribadah, itulah petunjuk dan agama yang haq yang karenanya Allah mengutus para Rasul dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Adapun orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah tanpa memahami maknanya dan mengamalkan kandungannya, atau pengakuan seseorang bahwa dia termasuk orang bertauhid sedangkan dia tidak mengetahui tauhid itu sendiri bahkan justu beribadah dengan ikhlas kepada selain Allah dalam bentuk doa, takut , menyembelih, nazar, minta pertolongan, tawakkal serta yang lainnya dari berbagai bentuk ibadah maka semua itu adalah hal yang bertentangan dengan tauhid bahkan selama seseorang melakukan yang seperti itu dia berada dalam keadaan musyrik !! Ibnu Rajab berkata: “Sesungguhnya hati yang memahami Laa Ilaaha Illallah dan membenarkannya serta ikhlas akan tertanam kuat sikap penghambaan kepada Allah semata dengan penuh penghormatan, rasa takut, cinta, pengharapan, pengagungan dan tawakkal yang semua itu memenuhi ruang hatinya dan disingkirkannya penghambaan terhadap selain-Nya dari para makhluk. Jika semua itu terwujud maka tidak akan ada lagi rasa cinta, keinginan dan permintaan selain apa yang dikehendaki Allah serta apa yang dicintai-Nya dan dituntut-Nya. Demikian juga akan tersingkir dari hati semua keinginan nafsu syahwat dan bisikan-bisikan syaitan, maka siapa yang mencintai sesuatu atau menta’atinya atau mencintai dan membenci karenanya maka dia itu adalah tuhannya, dan siapa yang mencintai dan membenci semata-mata karena Allah, ta’at dan memusuhi karena Allah, maka Allah adalah tuhannya yang hakiki. Siapa yang mencintai karena hawa nafsunya dan membenci juga karenanya, atau ta’at dan memusuhi karena hawa nafsunya, maka hawa nafsu baginya adalah tuhannya, sebagaimana firman Allah ta’ala:

“Tidakkah engkau melihat orang yang menjadikan
hawa nafsunya sebagai tuhan?” (Q.S; Al Furqan: 43).

Keutamaan Laa Ilaaha Illallah

Dalam kalimat (Laa Ilaaha Illallah) terhimpun banyak keutamaan, dan faedah yang bermacam-macam. Akan tetapi keutamaan tersebut tidak akan bermanfaat bagi yang mengucapkannya jika sekedar diucapkan saja.
Dia baru memberikan_ manfaat bagi orang yang mengucapkannya dengan keimanan dan melakukan kandungan-kandungannya. Diantara keutamaan yang paling utama adalah bahwa orang yang mengucapkannya dengan ikhlas semata-mata karena
mencari ridho-Nya maka Allah ta’ala haramkan baginya api neraka. Sebagaimana sabda Rasulullah _:

 “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi siapa yang mengatakan: Laa Ilaaha Illallah sematamata karena mencari ridho-Nya” (Muttafaq Alaih).

Dan banyak lagi hadits-hadits yang lain yang
menyatakan bahwa Allah mengharamkan orang-orangyang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dari api neraka. Akan tetapi ada syarat yang dijelaskan oleh haditshadits
tersebut. Banyak orang yang mengucapkannya, namun disaat kematian dia dikhawatirkan terkena fitnah sehingga dia terhalang dari kalimat tersebut karena dosa-dosa yang selama ini selalu dilakukannya dan dianggapnya remeh. Banyak juga orang yang mengucapkannya dengan dasar ikut-ikutan atau rutinitas semata, sementara keimanan tidak meresap kedalam hatinya. Orang-orang yang disebutkan di atas yang sering mendapatkan fitnah saat kematiannya dan saat di kubur sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits “Saya mendengarkan manusia mengatakannya, maka saya mengatakannya” (H.R. Ahmad dan Abu Daud).
Dengan demikian maka tidak ada kontradiksi antara hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan
ucapan Laa Ilaaha Illallah, karena jika seseorang mengucapkannya dengan ikhlas dan penuh keyakinan maka dia tidak mungkin berbuat dosa terus menerus, lantaran kesempurnaan keikhlasan dan keyakinan
menuntutnya untuk menjadikan Allah sebagai sesuatu yang lebih dicintainya dari segala sesuatu, maka tidak ada lagi dalam hatinya keinginan terhadap apa yang diharamkan Allah ta’ala dan membenci apa yang Allah perintahkan. Hal seperti itu yang membuatnya diharamkan dari api neraka meskipun dia melakukan dosa sebelumnya, karena keimanan, taubat, keikhlasan, kecintaan dan keyakinannya membuat dosa yang ada padanya terhapus bagaikan malam yang menghapus siang.

SIFAT-SIFAT WAJIB BAGI ALLAH
1.       Pengertian Sifat Wajib Bagi Allah
Sifat wajib bagi Allah adalah sifat yang harus ada pada Zat Allah sebagai kesempurnaan bagi_Nya. Allah adalah Khaliq, Zat yang memiliki sifat yang tidak mungkin sama dengan sifat-sifat yang dimiliki makhluk_Nya. Zat Allah tidak bisa dibayangkan sebagaimana bentuk, rupa dan ciri-ciri_Nya. Begitu juga sifat-sifat_Nya, tidak bisa disamakan dengan sifat-sifat makhluk.
Sifat-sifat wajib bagi Allah itu diyakini melalui akal (wajib aqli) dan berdasarkan dalil naqli (Al-Qur’an dan Hadits).
2.       Pembagian Sifat-sifat Wajib bagi Allah
Menurut para ulama ilmu kalam sifat-sifat wajib bagi Allah terdiri atas 20 sifat. Dari 20 sifat itu kelompokkan menjadi 4 kelompok sebagai berikut:
a.       Sifat Nafsiyah, yaitu sifat yang berhubungan dengan Zat Allah. Sifat nafsiyah ini ada satu, yaitu Wujud.
b.      Sifat Salbiyah, yaitu sifat yang meniadakan adanya sifat sebaliknya, yakni sifat-sifat yang tidak sesuai, tidak layak dengan kesempurnaan Zat_Nya.
Sifat Salbiyah ini ada lima, yaitu:
1.       Qidam
2.       Baqa’
3.       Mukhalafatuhu lil-hawadis
4.       Qiyamuhu bi nafsihi
5.       Wahdaniyyah
c.       Sifat Ma’ani, yaitu sifat-sifat abstrak yang wajib ada pada Allah. Yang termasuk sifat ma’ani ada tujuh yaitu:
1.       Qudrah
2.       Iradat
3.       Ilmu
4.       Hayat
5.       Sama
6.       Basar
7.       Kalam
d.      Sifat Ma’nawiyah, adalah kelaziman dari sifat ma’ani. Sifat Ma’nawiyah tidak dapat berdiri sendiri, sebab setiap ada sifat ma’ani tentu ada sifat ma’nawiyah. Jumlah sifat Ma’nawiyah sama dengan jumlah sifat ma’ani, yaitu:
1.       Qadiran
2.       Muridan
3.       ‘Aliman
4.       Hayyan
5.       Sami’an
6.       Basiran
7.       Mutakalliman
  SIFAT-SIFAT MUSTAHIL BAGI ALLAH
1.       Pengertian Sifat Mustahil Bagi Allah
      Sifat Mustahil bagi Allah yaitu sifat yang tidak layak dan tidak mungkin ada pada Allah dan sekiranya terdapat sifat tersebut akan melemahkan derajat Allah.
2.       Pembagian Sifat-sifat Mustahil Bagi Allah
      Sifat-sifat Mustahil ini merupakan kebalikan dari sifat-sifat wajib bagi Allah, karena itu jumlahnya sama, yaitu sebanyak 20 sifat. Adapun sifat-sifat mustahil tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Sifat Mustahil dari sifat nafsiyah ada satu, yaitu ‘Adam.
b.      Sifat Mustahil dari sifat Salbiyah ada lima, yaitu:
1.       Hudus
2.       Fana’
3.       Mumatsalatuhu lil-hawadits.
4.       Ihtiyajuhu li gairih
5.       Ta’addud
c.       Sifat mustahil dari sifat ma’ani ada tujuh, yaitu:
1.       ‘Ajz
2.       Karahah
3.       Jahl
4.       Maut
5.       Samam
6.       ‘Umy
7.       Bukm
d.      Sifat mustahil dari sifat ma’nawiyah ada tujuh, yaitu:
1.       ‘Ajizan
2.       Mukraham
3.       Jahilan
4.       Mayyitan
5.       Asamm
6.       A’ma
7.       Abkam
  SIFAT-SIFAT JAIZ BAGI ALLAH
1.       Pengertian Sifat Ja’iz Bagi Allah
    Kata “Jaiz” menurut bahasa berarti “boleh”. Yang dimaksud dengan sifat jaiz bagi Allah ialah sifat yang boleh ada dan boleh pula tidak ada pada Allah.
     Sifat jaiz ini tidak menuntut pasti ada atau pasti tidak ada. Allah bebas dengan kehendak_Nya sendiri tanpa ada yang menghendaki. Allah boleh saja tidak menciptakan alam ini, jika dia tidak menghendaki alam ini.
2.       Pembagian Sifat Ja’iz Bagi Allah
     Berbeda dengan sifat Wajib dan sifat Mustahil, sifat Jaiz bagi Allah hanya satu, yaitu:
Artinya:
    Memperbuat segala sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak memperbuat_Nya.”
       Yang dimaksud dengan sesuatu yang mungkin terjadi adalah sesuatu yang boleh terjadi dan boleh juga tidak terjadi. Allah bebas menciptakan dan berbuat sesuatu yang Dia kehendaki. 

SIFAT JAIZ
1.       Fi’lu
Kulli
Mumkinin
Au tarkuhu
  
Sifat Wajib Dan Mustahil Bagi Rasul
Berikut ini adalah 4 sifat yang wajib bagi Rasul :
  1. Siddiq. Artinya benar dalam segala ucapan dan tingkah lakunya. Sifat Rasul ini berarti menerjemahkan, bahwa Rasul tidak pernah berbohong.
  2. Amanah. Artinya bisa dipercaya. Rasul adalah utusan Allah yang diberikan amanah untuk menuntun umatnya kejalan yang benar.
  3. Tabligh. Artinya menyampaikan. Pada diri seorang Rasul memiliki sifat ini, yaitu menampaikan semua yang di wahyukan Allah kepadanya.
  4. Fatanah. Artinya adalah pintar, cerdas. Seorang Rasul memiliki kecerdasan yang bisa digunakan untuk menebarkan agama Allah.
Berikut adalah sifat yang mustahil bagi Rasul :
  1. Kazib. Artinya dusta. Seorang Rasul tidak pernah berdusta atau berbohong
  2. Khianat. Artinya curang
  3. Kitman. Artinya Tdak menyampaikan atau selalu menyembunyikan
  4. Biladah. Artinya bodoh. 

    KEDUDUKAN ILMU TAUHID

    1.Allah al’alim

    2.Ayat Qur’aniyah & Kauniyah

    3.Sejarah Ilmu Tauhid

    4.Kedudukan Ilmu Tauhid  diantara Semua Ilmu

    5.AlQur’an adalah Kitab Tauhid

    Al ‘alim
    Allah Al ‘Alim (Yang Maha Mengetahui)
    1.   Ilmunya mencakup seluruh wujud
    “Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu”
    (Q.S. al-An’am [6] : 80)
    “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali dia sendiri, dan dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab       yang nyata (Lauh Mahfudz)”
    (Q.S. al-An’am [6] : 59)
    2.   Segala aktivitas lahir dan batin manusia diketahuiNya Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.
    Q.S. al-Mu’min [40] : 19
    3.   Mengetahui yang lebih tersembunyi dari rahasia bahkan  yang telah dilupakan manusia
    Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu,
    Maka Sesungguhnya Dia mengetahui rahasia
    dan yang lebih tersembunyi
    Q.S. Thaahaa [20] : 7.

    4.Mengetahui yang belum terjadi

    Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
    QS. Al-Hadid [57] : 22

    5.Pengetahuan semua makhluk bersumber dari pengetahuanNya
    …….Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
    Q.S. al-Baqarah [2] : 255

    Atsar Tauhid Dalam Kehidpan

    أهَمِّيَّةُ عِلْمِ التَّوْحِيْدِ فِي الحَيَاةِ الدُّنْيَا

    A. Bahaya Akibat Jahil terhadap Ilmu Tauhid (أَضْرَارُ الجَهْلِ بِعِلْمِ التَّوْحِيْدِ )
    Apa akibat negatif dari kejahilan terhadap ilmu tauhid dalam hidup manusia?
    Pertama, orang yang tidak mengenal Penciptanya seperti orang buta di dunia ini, ia tidak tahu mengapa ia diciptakan, atau apa hikmah (tujuan) keberadaannya di atas bumi ini. Hidupnya berakhir dalam keadaan ia tidak tahu mengapa ia memulai hidup. Ia keluar dari dunia tanpa tahu mengapa ia dulu masuk ke dalamnya.

     إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ﴿
    ١٢﴾

    “Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka.” (QS. Muhammad: 12).
    Kedua, siapa yang tidak beriman kepada hari akhir, maka ia ditipu oleh dunia, ia jadikan semua cita-cita dan ambisinya adalah bagaimana mewujudkan kepentingannya di dunia sebelum mati, mengambil yang halal dan haram, tidak peduli apakah itu membahayakan orang lain atau tidak karena yang penting adalah kepentingannya. Dengan sikap egois ini masyarakat menjadi cerai berai, interaksi dan hubungan sesama anggota masyarakat menjadi rusak, mereka saling membenci dan memerangi, tidak seperti masyarakat yang beriman dan berpegang teguh dengan agamanya.
    Ketiga, bila kejahilan terhadap ilmu tauhid ini merata di masyarakat, maka aqidah atau keyakinan masyarakat akan rusak, lalu amal pun akan rusak, maksiat dan dosa tersebar luas, kemudian mengakibatkan turunnya hukuman Allah swt atas umat Islam yang mengabaikan atau meninggalkan prinsip agama mereka.

    ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴿٤١﴾

    “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum: 41).


    B. Pengaruh Ilmu Tauhid dalam Kehidupan (ثَرُ عِلْمِ التَّوْحِيْدِ فِي الحَيَاة ِ)
     Apakah pengaruh ilmu tauhid dalam kehidupan?
    Pertama, orang yang bertauhid dan beriman kepada Allah dan rasul-Nya pasti tahu mengapa Allah SWT menciptakannya sehingga ia berada di atas jalan yang lurus, ia mengetahui dari mana awal dan ke mana akhir hidupnya, jauh dari kebutaan dan kesesatan.

    أَفَمَن يَمْشِي مُكِبًّا عَلَىٰ وَجْهِهِ أَهْدَىٰ أَمَّن يَمْشِي سَوِيًّا عَلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ﴿٢٢﴾

    Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak mendapatkan petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus? (QS. Al-Mulk: 22).
    Kedua, tauhid menjadikan hati-hati manusia bersatu dengan Rabb yang satu, satu kitab, satu risalah, dan satu kiblat, dan iman juga menjadikan manusia saling mencintai dan bersaudara seperti firman Allah SWT :

    إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ﴿١٠﴾

    Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Hujuraat: 10).
    Rasulullah SAW bersabda
    :
    مَثَلُ المُؤْمِنِيْنَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالحُمََّى (رَوَاهُ مُسْلِمٌ عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رضي الله عنه).

    Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan saling bersikap lemah lembut adalah seperti satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh merasakan sakit maka semua anggota tubuh yang lain akan sulit tidur dan demam. (HR. Muslim dari An-Nu’man bin Basyir RA).
    Masyarakat beriman adalah masyarakat yang melakukan ta’awun (saling bekerja sama) dalam kebaikan dan taqwa dimana anggota masyarakatnya saling melarang dari perbuatan dosa dan permusuhan, semua berusaha untuk sukses menggapai ridha Allah, individunya merasa takut untuk berbuat zhalim, mencuri, menipu, membunuh, berzina, menyuap atau menerima suap, berdusta, dengki, ghibah atau perbuatan jahat lain karena ia takut kepada Allah dan takut kepada hari di mana ia harus berhadapan dengan Allah SWT untuk mempertanggungjawabkan semua amalnya.
    Dan ketika kaum muslimin berpegang teguh dengan tauhid mereka menjadi orang-orang yang terbaik seperti firman-Nya
    :
    كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ﴿١١٠﴾

    “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali-Imran: 110)
    Ketiga, bila iman telah menyebar luas di masyarakat, maka pastilah akan membuahkan amal shalih yang diridhai Allah swt sehingga membuka berbagai pintu kebaikan dan mendatangkan pertolongan Allah dalam menghadapi musuh-musuh
     mereka.

    وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ ﴿٩٦﴾

    “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raaf: 96)

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

    Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. Muhammad: 7)
    Begitulah dulu kaum muslimin, sebelumnya mereka adalah orang-orang yang lemah dan miskin, namun mereka beriman dan beramal shalih hingga Allah membuka pintu-pintu keagungan di dunia untuk mereka, Allah cukupkan mereka dengan karunia-Nya, dan Allah tolong mereka dari musuh-musuh mereka dengan pertolongan yang gilang-gemilang.

    C.   Kesimpulan (الخُلاَصَةُ)
    • Siapa saja yang tidak mengenal tauhid maka ia buta seperti hewan yang mati berkalang tanah dalam keadaan tidak tahu mengapa ia dulu memulai kehidupan, ia meninggalkan dunia tanpa tahu mengapa dulu ia memasukinya.
    • Mereka yang tidak beriman kepada hari akhir tidak ada yang ia pikirkan kecuali pemenuhan kesenangan dunia tanpa peduli halal atau haram. Dengan begitu kehidupan menjadi rusak dan masyarakat pun terpecah belah.
    • Jika ia iman melemah, maka dosa akan bertambah sehingga mungkin saja Allah SWT menurunkan azabnya bagi para pendosa.
    • Orang yang beriman mengenal Rabb dan Penciptanya, ia mengetahui mengapa Allah menciptakannya di dunia ini sehingga ia hidup dengan petunjuk dari Allah SWT, berjalan di atas jalan yang lurus. Orang yang beriman dengan iman yang benar tidak akan berbuat zhalim, mencuri, berzina, atau perbuatan haram lainnya, dengan demikian hidup masyarakat akan baik, anggota masyarakat bersaudara dan solid.
    • Iman itu berbuah amal shalih, membuat ridha Al-Khaliq, sehingga berbagai keberkahan pun Ia bukakan, bantuan-Nya kepada kaum mukminin pun Ia kucurkan untuk menolong hamba-Nya menghadapi musuh mereka sebagaimana terjadi dengan salaf shalih.

     Manfaat Dan Tujuan Ilmu Tauhid
Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar. Apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah akan muncul sendirinya. Hal ini nampak dalam pelaksanaan ibadat, tingkah laku, sikap, perbuatan, dan perkataannya sehari-hari. Dengan demikian, kepercayaan atau akidah merupakan pokok dan landasan berpikir bagi umat Islam.
Kalau tauhid cuma diketahui, tapi tidak dimiliki dan dihayati, ia hanya menghasilkan keahlian dalam seluk beluk ketuhanan namun tidak berpengaruh apa-apa terhadap seseorang. Sebaliknya, jika seseorang hanya memiliki jiwa tauhid ia akan menjadi sangat fanatik bahkan mungkin terlempar ke luar dari ketauhian yang sebenarnya. Dengan demikian, maksud dan tujuan tauhid bukanlah sekedar mengaku bertauhid saja, tetapi jauh dari itu sebab tauhid mengandung sifat-sifat:
1. Sebagian sumber dan motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
2. Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadat dengan penuh keikhlasan.
3. Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan.
4. Mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.
Dengan demikian, tauhid sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia. Ia tidak hanya sekedar memberikan ketentraman batin dan menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kemusyrikan, tetapi juga berpengaruh besar terhadap pembentukan sikap dan perilaku keseharian seseorang. Ia tidak hanya berfungsi sebagai akidah, tetapi berfungsi pula sebagai falsafah hidup. Kehadiran tauhid sebagai ilmu merupakn hasil pengkajian para ulama terhadap apa yang tersurat dan tersirat di dalam al qur’an dan hadits. Ayat-ayat al qur’an dan hadist-hadist itu mereka teliti secara intensif sehingga mereka berhasil merumuskannya menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri. Tokoh yang dianggap pemula dalam penyusunan ilmu ini adalah Abu al-Hasan Ali al-Asy’ari ( 260 – 324 H/ 873 – 935 M ).

Semoga Bermanfaat :-)
 

Minggu, 16 Juni 2013

Asmaul Husna 99 Nama Allah SWT







99 nama yang masing-masing memiliki arti definisi / pengertian yang bersifat baik, agung dan bagus. Secara ringkas dan sederhana Asmaul Husna adalah sembilanpuluhsembilan nama baik Allah SWT.


Firman Allah SWT dalam surat Al-Araf ayat 180 :
"Allah mempunyai asmaul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan".
Berikut ini adalah 99 nama Allah SWT beserta artinya :

1. Ar-Rahman (Ar Rahman) Artinya Yang Maha Pemurah
2. Ar-Rahim (Ar Rahim) Artinya Yang Maha Mengasihi
3. Al-Malik (Al Malik) Artinya Yang Maha Menguasai / Maharaja Teragung
4. Al-Quddus (Al Quddus) Artinya Yang Maha Suci
5. Al-Salam (Al Salam) Artinya Yang Maha Selamat Sejahtera
6. Al-Mu'min (Al Mukmin) Artinya Yang Maha Melimpahkan Keamanan
7. Al-Muhaimin (Al Muhaimin) Artinya Yang Maha Pengawal serta Pengawas
8. Al-Aziz (Al Aziz) Artinya Yang Maha Berkuasa
9. Al-Jabbar (Al Jabbar) Artinya Yang Maha Kuat Yang Menundukkan Segalanya
10. Al-Mutakabbir (Al Mutakabbir) Artinya Yang Melengkapi Segala kebesaranNya
11. Al-Khaliq (Al Khaliq) Artinya Yang Maha Pencipta
12. Al-Bari (Al Bari) Artinya Yang Maha Menjadikan
13. Al-Musawwir (Al Musawwir) Artinya Yang Maha Pembentuk
14. Al-Ghaffar (Al Ghaffar) Artinya Yang Maha Pengampun
15. Al-Qahhar (Al Qahhar) Artinya Yang Maha Perkasa
16. Al-Wahhab (Al Wahhab) Artinya Yang Maha Penganugerah
17. Al-Razzaq (Al Razzaq) Artinya Yang Maha Pemberi Rezeki
18. Al-Fattah (Al Fattah) Artinya Yang Maha Pembuka
19. Al-'Alim (Al Alim) Artinya Yang Maha Mengetahui
20. Al-Qabidh (Al Qabidh) Artinya Yang Maha Pengekang
21. Al-Basit (Al Basit) Artinya Yang Maha Melimpah Nikmat
22. Al-Khafidh (Al Khafidh) Artinya Yang Maha Perendah / Pengurang
23. Ar-Rafi' (Ar Rafik) Artinya Yang Maha Peninggi
24. Al-Mu'izz (Al Mu'izz) Artinya Yang Maha Menghormati / Memuliakan
25. Al-Muzill (Al Muzill) Artinya Yang Maha Menghina
26. As-Sami' (As Sami) Artinya Yang Maha Mendengar
27. Al-Basir (Al Basir) Artinya Yang Maha Melihat
28. Al-Hakam (Al Hakam) Artinya Yang Maha Mengadili
29. Al-'Adl (Al Adil) Artinya Yang Maha Adil
30. Al-Latif (Al Latif) Artinya Yang Maha Lembut serta Halus
31. Al-Khabir (Al Khabir) Artinya Yang Maha Mengetahui
32. Al-Halim (Al Halim) Artinya Yang Maha Penyabar
33. Al-'Azim (Al Azim) Artinya Yang Maha Agung
34. Al-Ghafur (Al Ghafur) Artinya Yang Maha Pengampun
35. Asy-Syakur (Asy Syakur) Artinya Yang Maha Bersyukur
36. Al-'Aliy (Al Ali) Artinya Yang Maha Tinggi serta Mulia
37. Al-Kabir (Al Kabir) Artinya Yang Maha Besar
38. Al-Hafiz (Al Hafiz) Artinya Yang Maha Memelihara
39. Al-Muqit (Al Muqit) Artinya Yang Maha Menjaga
40. Al-Hasib (Al Hasib) Artinya Yang Maha Penghitung
41. Al-Jalil (Al Jalil) Artinya Yang Maha Besar serta Mulia
42. Al-Karim (Al Karim) Artinya Yang Maha Pemurah
43. Ar-Raqib (Ar Raqib) Artinya Yang Maha Waspada
44. Al-Mujib (Al Mujib) Artinya Yang Maha Pengkabul
45. Al-Wasi' (Al Wasik) Artinya Yang Maha Luas
46. Al-Hakim (Al Hakim) Artinya Yang Maha Bijaksana
47. Al-Wadud (Al Wadud) Artinya Yang Maha Penyayang
48. Al-Majid (Al Majid) Artinya Yang Maha Mulia
49. Al-Ba'ith (Al Baith) Artinya Yang Maha Membangkitkan Semula
50. Asy-Syahid (Asy Syahid) Artinya Yang Maha Menyaksikan
51. Al-Haqq (Al Haqq) Artinya Yang Maha Benar
52. Al-Wakil (Al Wakil) Artinya Yang Maha Pentadbir
53. Al-Qawiy (Al Qawiy) Artinya Yang Maha Kuat
54. Al-Matin (Al Matin) Artinya Yang Maha Teguh
55. Al-Waliy (Al Waliy) Artinya Yang Maha Melindungi
56. Al-Hamid (Al Hamid) Artinya Yang Maha Terpuji
57. Al-Muhsi (Al Muhsi) Artinya Yang Maha Penghitung
58. Al-Mubdi (Al Mubdi) Artinya Yang Maha Pencipta dari Asal
59. Al-Mu'id (Al Muid) Artinya Yang Maha Mengembali dan Memulihkan
60. Al-Muhyi (Al Muhyi) Artinya Yang Maha Menghidupkan
61. Al-Mumit (Al Mumit) Artinya Yang Mematikan
62. Al-Hayy (Al Hayy) Artinya Yang Senantiasa Hidup
63. Al-Qayyum (Al Qayyum) Artinya Yang Hidup serta Berdiri Sendiri
64. Al-Wajid (Al Wajid) Artinya Yang Maha Penemu
65. Al-Majid (Al Majid) Artinya Yang Maha Mulia
66. Al-Wahid (Al Wahid) Artinya Yang Maha Esa
67. Al-Ahad (Al Ahad) Artinya Yang Tunggal
68. As-Samad (As Samad) Artinya Yang Menjadi Tumpuan
69. Al-Qadir (Al Qadir) Artinya Yang Maha Berupaya
70. Al-Muqtadir (Al Muqtadir) Artinya Yang Maha Berkuasa
71. Al-Muqaddim (Al Muqaddim) Artinya Yang Maha Menyegera
72. Al-Mu'akhkhir (Al Muakhir) Artinya Yang Maha Penangguh
73. Al-Awwal (Al Awwal) Artinya Yang Pertama
74. Al-Akhir (Al Akhir) Artinya Yang Akhir
75. Az-Zahir (Az Zahir) Artinya Yang Zahir
76. Al-Batin (Al Batin) Artinya Yang Batin
77. Al-Wali (Al Wali) Artinya Yang Wali / Yang Memerintah
78. Al-Muta'ali (Al Muta Ali) Artinya Yang Maha Tinggi serta Mulia
79. Al-Barr (Al Barr) Artinya Yang banyak membuat kebajikan
80. At-Tawwab (At Tawwab) Artinya Yang Menerima Taubat
81. Al-Muntaqim (Al Muntaqim) Artinya Yang Menghukum Yang Bersalah
82. Al-'Afuw (Al Afuw) Artinya Yang Maha Pengampun
83. Ar-Ra'uf (Ar Rauf) Artinya Yang Maha Pengasih serta Penyayang
84. Malik-ul-Mulk (Malikul Mulk) Artinya Pemilik Kedaulatan Yang Kekal
85. Dzul-Jalal-Wal-Ikram (Dzul Jalal Wal Ikram) Artinya Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan
86. Al-Muqsit (Al Muqsit) Artinya Yang Maha Saksama
87. Al-Jami' (Al Jami) Artinya Yang Maha Pengumpul
88. Al-Ghaniy (Al Ghaniy) Artinya Yang Maha Kaya Dan Lengkap
89. Al-Mughni (Al Mughni) Artinya Yang Maha Mengkayakan dan Memakmurkan
90. Al-Mani' (Al Mani) Artinya Yang Maha Pencegah
91. Al-Darr (Al Darr) Artinya Yang Mendatangkan Mudharat
92. Al-Nafi' (Al Nafi) Artinya Yang Memberi Manfaat
93. Al-Nur (Al Nur) Artinya Cahaya
94. Al-Hadi (Al Hadi) Artinya Yang Memimpin dan Memberi Pertunjuk
95. Al-Badi' (Al Badi) Artinya Yang Maha Pencipta Yang Tiada BandinganNya
96. Al-Baqi (Al Baqi) Artinya Yang Maha Kekal
97. Al-Warith (Al Warith) Artinya Yang Maha Mewarisi
98. Ar-Rasyid (Ar Rasyid) Artinya Yang Memimpin Kepada Kebenaran
99. As-Sabur (As Sabur) Artinya Yang Maha Penyabar / Sabar
Semoga Kita Bisa Selalu Menghafal Nama_nama Allah Yang maha Agung dan Suci