ILMU TAUHID
DAN MAKNA SYAHADATAIN
Tauhid adalah: Mengesakan Allah semata dalam beribadah dan tidak
menyekutukan-Nya. Dan hal ini merupakan ajaran semua Rasul
alaihimusshalatuwassalam. Bahkan tauhid merupakan pokok yang dibangun
diatasnya semua ajaran, maka jika pokok ini tidak ada, amal perbuatan
menjadi tidak bermanfaat dan gugur, karena tidak sah sebuah ibadah tanpa
tauhid.
Macam-macam Tauhid
Tauhid terbagi tiga bagian: Tauhid Rububiyah, Tauhid Asma’ dan Sifat dan Tauhid Uluhiyah.
1. Tauhid Rububiyah:
Yaitu menyatakan bahwa tidak ada Tuhan Penguasa seluruh alam kecuali Allah yang menciptakan dan
memberi mereka rizki. Tauhid ini juga telah diikrarkan oleh
orang-orang musyrik pada masa dahulu. Mereka menyatakan bahwa Allah
semata yang Maha Pencipta, Penguasa, Pengatur, Yang Menghidupkan,Yang
Mematikan, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah ta’ala berfirman:
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi
dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan
menjawab,“Allah” maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan
yang benar)” (Q.S. Al Ankabut: 61)
Akan tetapi pernyataan dan persaksian mereka tidak membuat mereka
masuk Islam dan tidak membebaskan mereka dari api neraka serta tidak
melindungi harta dan darah mereka dari misi jihad islam, karena mereka
tidak mewujudkan tauhid Uluhiyah, bahkan sebaliknya mereka berbuat
syirik kepada Allah dalam beribadah kepada-Nya dengan memalingkan ibadah
mereka
kepada selain Allah.
2. Tauhid Asma’ dan Sifat.
Yaitu: beriman bahwa Allah ta’ala memiliki zat yang tidak serupa dengan berbagai zat yang ada, serta
memiliki sifat yang tidak serupa dengan berbagai sifat yang ada. Dan
bahwa nama-nama-Nya menyatakan dengan jelas akan sifat-Nya yang sempurna
secara mutlak sebagaimana firman Allah ta’ala:
Tidak ada sesuatupun yang meyerupainya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. As Syura: 11)
Begitu juga halnya (beriman kepada Asma’ dan Sifat Allah) berarti menetapkan apa yang Allah tetapkan
untuk diri-Nya dalam Kitab-Nya, atau apa yang telah ditetapkan oleh
Rasul-Nya shallallahu `alaihi wa sallam dengan penetapan yang layak
sesuai kebesaran-Nya tanpa ada penyerupaan dengan sesuatupun, tidak juga
memisalkannya dan meniadakannya, tidak merubahnya, tidak menafsirkannya
dengan penafsiran yang lain dan tidak menanyakan bagaimana hal-Nya.
Kita tidak boleh berusaha baik dengan hati kita, perkiraan kita, lisan
kita untuk bertanya-tanya tentang bagaimana sifat-sifat-Nya dan juga
tidak boleh menyamakan-Nya dengan sifatsifat makhluk .
3. Tauhid Uluhiyah.
Tauhid Uluhiyah adalah tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah dalam seluruh amalan ibadah yang
Allah perintahkan, seperti: berdoa, khouf (takut), raja’ (harap), tawakkal, raghbah (berkeinginan), rahbah
(takut), Khusyu’, Khasyah (takut disertai pengagungan), taubat, minta
pertolongan, menyembelih, nazar dan ibadah yang lainnya yang
diperintahkan-Nya. Dalilnya firman Allah ta’ala:
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah
seseorangpun didalamnya di samping (menyembah) Allah” (Q.S: Al Jin:18).
Manusia tidak boleh memalingkan sedikitpun ibadahnya kepada selain Allah ta’ala, tidak kepada
malaikat, kepada para Nabi dan tidak juga kepada para wali yang
shaleh dan tidak kepada siapapun makhluk yang ada. Karena ibadah tidak
sah kecuali dilakukan dengan ikhlas untuk Allah, maka siapa yang
memalingkannya kepada selain Allah dia telah berbuat syirik yang besar
dan semua amalnya gugur. Kesimpulannya adalah seseorang harus berlepas
diri dari penghambaan (ibadah) kepada selain Allah, menghadapkan hati
sepenuhnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Tidak cukup dalam tauhid
sekedar pengakuan dan ucapan syahadat saja jika tidak menghindar dari
ajaran orang-orang musyrik serta apa yang mereka lakukan seperti berdoa
kepada selain Allah misalnya kepada orang yang telah mati dan
semacamnya, atau minta syafaat kepada mereka (orangorang mati) agar
Allah menghilangkan kesusahannya dan menyingkirkannya, dan meminta
pertolongan kepada mereka atau yang lainnya yang merupakan perbuatan
syirik.
Wujud nyata Tauhid adalah: memahaminya dan berusaha untuk mengetahui
hakikatnya serta melaksanakan kewajibannya, baik dari sisi ilmu maupun
amalan, hakikatnya adalah mengarahkan ruhani dan hati kepada Allah baik
dalam hal mencintai, takut (khauf), taubat, tawakkal, berdoa, ikhlas,
mengagungkan-Nya, membesarkan-Nya dan beribadah kepada-Nya.
Kesimpulannya tidak ada dalam hati seorang hamba sesuatupun selain Allah, dan tidak ada keinginan
terhadap apa yang Allah tidak inginkan dari perbuatanperbuatan
syirik, bid’ah, maksiat yang besar maupun kecil, dan tidak ada kebencian
terhadap apa yang Allah perintahkan. Itulah hakikat tauhid dan hakikat
Laa Ilaaha Illallah._
Makna Laa Ilaaha Illallah.
Maknanya adalah, tidak ada yang disembah di langit dan di bumi dengan
haq kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Sesuatu yang
disembah dengan bathil banyak jumlahnya, tapi yang disembah dengan haq
hanya Allah saja. Allah ta’ala berfirman:
“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan
sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang
batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar” ( Q.S: Al Hajj: 62).
Kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan berarti : “Tidak ada
pencipta selain Allah” sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang,
karena sesungguhnya orang-orang kafir Quraisy yang diutus kepada mereka
Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mengakui bahwa Sang Pencipta
dan Pengatur alam ini adalah Allah ta’ala, akan tetapi mereka
mengingkari penghambaan (ibadah) seluruhnya milik Allah semata, tanpa
menyekutukan- Nya. Sebagaimana firman Allah ta’ala:
“Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja ?_ Sesungguhnya ini benar-benar satu hal yang sangat mengherankan” (Q.S: Shad:5).
Dipahami dari ayat ini bahwa semua ibadah yang ditujukan kepada
selain Allah adalah batal. Artinya bahwa ibadah semata-mata untuk Allah.
Akan tetapi mereka (kafir Quraisy) tidak menghendaki demikian, oleh
karenanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam memerangi mereka
hingga bersaksi bahwa tidak ada ilah yang disembah selain Allah serta
menunaikan hakhak- Nya yaitu mengesa-kannya dalam beribadah kepada-Nya
semata. Dengan pemahaman ini maka keliru apa yang diyakini oleh para
penyembah kuburan pada masa ini dan orang-orang semacam mereka yang
menyatakan bahwa makna Laa ilaaha illallah adalah persaksian bahwa Allah
ada atau bahwa Dia adalah Khaliq sang
Pencipta yang mampu untuk menciptakan dan yang semacamnya dan bahwa
yang berkeyakinan seperti itu berarti dia telah mewujudkan Tauhid yang
sempurna meskipun dia melakukan berbagai hal seperti beribadah kepada
selain Allah, berdoa kepada orang mati atau beribadah kepada orang mati
dengan melakukan nazar atau thawaf dikuburannya dan mengambil berkah
dengan tanah kuburannya.
Orang-orang kafir Quraisy telah mengetahui sebelumnya bahwa Laa ilaaha Illallah mengandung
konsekwensi yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dan hanya mengesakan Allah dalam ibadah.
Seandainya mereka mengucapkan kalimat tersebut dan tetap menyembah
berhala, maka sesungguhnya hal itu merupakan perbuatan yang bertolak
belakang dan mereka memang telah memulainya dari sesuatu yang
bertentangan. Sedangkan para penyembah kuburan zaman sekarang tidak
memulainya dari sesuatu yang bertentangan, mereka mengatakan Laa ilaaha Illallah,
kemudian mereka membatalkannya dengan doa terhadap orang mati yang
terdiri dari para wali, orangorang sholeh serta beribadah di kuburan
mereka dengan berbagai macam ibadah. Celakalah mereka sebagaimana
celakanya Abu Lahab dan Abu Jahal walaupun keduanya mengetahui Laa Ilaaha Illallah.
Banyak sekali hadits yang menerangkan bahwa makna Laa Ilaaha Illallah adalah berlepas diri dari
semua ibadah terhadap selain Allah baik dengan meminta syafaat
ataupun pertolongan, serta mengesakan Allah dalam beribadah, itulah
petunjuk dan agama yang haq yang karenanya Allah mengutus para Rasul dan
menurunkan kitab-kitab-Nya. Adapun orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah tanpa
memahami maknanya dan mengamalkan kandungannya, atau pengakuan
seseorang bahwa dia termasuk orang bertauhid sedangkan dia tidak
mengetahui tauhid itu sendiri bahkan justu beribadah dengan ikhlas
kepada selain Allah dalam bentuk doa, takut , menyembelih, nazar, minta
pertolongan, tawakkal serta yang lainnya dari berbagai bentuk ibadah
maka semua itu adalah hal yang bertentangan dengan tauhid bahkan selama
seseorang melakukan yang seperti itu dia berada dalam keadaan musyrik !!
Ibnu Rajab berkata: “Sesungguhnya hati yang memahami Laa Ilaaha Illallah dan
membenarkannya serta ikhlas akan tertanam kuat sikap penghambaan kepada
Allah semata dengan penuh penghormatan, rasa takut, cinta, pengharapan,
pengagungan dan tawakkal yang semua itu memenuhi ruang hatinya dan
disingkirkannya penghambaan terhadap selain-Nya dari para makhluk. Jika
semua itu terwujud maka tidak akan ada lagi rasa cinta, keinginan dan
permintaan selain apa yang dikehendaki Allah serta apa yang dicintai-Nya
dan dituntut-Nya. Demikian juga akan tersingkir dari hati semua
keinginan nafsu syahwat dan bisikan-bisikan syaitan, maka siapa yang
mencintai sesuatu atau menta’atinya atau mencintai dan membenci
karenanya maka dia itu adalah tuhannya, dan siapa yang mencintai dan
membenci semata-mata karena Allah, ta’at dan memusuhi karena Allah, maka
Allah adalah tuhannya yang hakiki. Siapa yang mencintai karena hawa
nafsunya dan membenci juga karenanya, atau ta’at dan memusuhi karena
hawa nafsunya, maka hawa nafsu baginya adalah tuhannya, sebagaimana
firman Allah ta’ala:
“Tidakkah engkau melihat orang yang menjadikan
hawa nafsunya sebagai tuhan?” (Q.S; Al Furqan: 43).
Keutamaan Laa Ilaaha Illallah
Dalam kalimat (Laa Ilaaha Illallah) terhimpun banyak
keutamaan, dan faedah yang bermacam-macam. Akan tetapi keutamaan
tersebut tidak akan bermanfaat bagi yang mengucapkannya jika sekedar
diucapkan saja.
Dia baru memberikan_ manfaat bagi orang yang mengucapkannya dengan
keimanan dan melakukan kandungan-kandungannya. Diantara keutamaan yang
paling utama adalah bahwa orang yang mengucapkannya dengan ikhlas
semata-mata karena
mencari ridho-Nya maka Allah ta’ala haramkan baginya api neraka. Sebagaimana sabda Rasulullah _:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi siapa yang mengatakan: Laa Ilaaha Illallah sematamata karena mencari ridho-Nya” (Muttafaq Alaih).
Dan banyak lagi hadits-hadits yang lain yang
menyatakan bahwa Allah mengharamkan orang-orangyang mengucapkan Laa
Ilaaha Illallah dari api neraka. Akan tetapi ada syarat yang dijelaskan
oleh haditshadits
tersebut. Banyak orang yang mengucapkannya, namun disaat kematian dia
dikhawatirkan terkena fitnah sehingga dia terhalang dari kalimat
tersebut karena dosa-dosa yang selama ini selalu dilakukannya dan
dianggapnya remeh. Banyak juga orang yang mengucapkannya dengan dasar
ikut-ikutan atau rutinitas semata, sementara keimanan tidak meresap
kedalam hatinya. Orang-orang yang disebutkan di atas yang sering
mendapatkan fitnah saat kematiannya dan saat di kubur sebagaimana
terdapat dalam sebuah hadits “Saya mendengarkan manusia mengatakannya,
maka saya mengatakannya” (H.R. Ahmad dan Abu Daud).
Dengan demikian maka tidak ada kontradiksi antara hadits-hadits yang menjelaskan tentang keutamaan
ucapan Laa Ilaaha Illallah, karena jika seseorang
mengucapkannya dengan ikhlas dan penuh keyakinan maka dia tidak mungkin
berbuat dosa terus menerus, lantaran kesempurnaan keikhlasan dan
keyakinan
menuntutnya untuk menjadikan Allah sebagai sesuatu yang lebih
dicintainya dari segala sesuatu, maka tidak ada lagi dalam hatinya
keinginan terhadap apa yang diharamkan Allah ta’ala dan membenci apa
yang Allah perintahkan. Hal seperti itu yang membuatnya diharamkan dari
api neraka meskipun dia melakukan dosa sebelumnya, karena keimanan,
taubat, keikhlasan, kecintaan dan keyakinannya membuat dosa yang ada
padanya terhapus bagaikan malam yang menghapus siang.
SIFAT-SIFAT WAJIB BAGI ALLAH
1. Pengertian
Sifat Wajib Bagi Allah
Sifat wajib bagi Allah
adalah sifat yang harus ada pada Zat Allah sebagai kesempurnaan bagi_Nya. Allah
adalah Khaliq, Zat yang memiliki sifat yang tidak mungkin sama dengan
sifat-sifat yang dimiliki makhluk_Nya. Zat Allah tidak bisa dibayangkan
sebagaimana bentuk, rupa dan ciri-ciri_Nya. Begitu juga sifat-sifat_Nya, tidak
bisa disamakan dengan sifat-sifat makhluk.
Sifat-sifat wajib bagi
Allah itu diyakini melalui akal (wajib
aqli) dan berdasarkan dalil naqli (Al-Qur’an dan Hadits).
2. Pembagian
Sifat-sifat Wajib bagi Allah
Menurut para ulama ilmu
kalam sifat-sifat wajib bagi Allah terdiri atas 20 sifat. Dari 20 sifat itu
kelompokkan menjadi 4 kelompok sebagai berikut:
a.
Sifat
Nafsiyah, yaitu sifat yang berhubungan dengan Zat Allah. Sifat nafsiyah ini ada
satu, yaitu Wujud.
b.
Sifat
Salbiyah, yaitu sifat yang meniadakan adanya sifat sebaliknya, yakni
sifat-sifat yang tidak sesuai, tidak layak dengan kesempurnaan Zat_Nya.
Sifat Salbiyah ini ada
lima, yaitu:
1.
Qidam
2.
Baqa’
3.
Mukhalafatuhu
lil-hawadis
4.
Qiyamuhu
bi nafsihi
5.
Wahdaniyyah
c.
Sifat
Ma’ani, yaitu sifat-sifat abstrak yang wajib ada pada Allah. Yang termasuk
sifat ma’ani ada tujuh yaitu:
1.
Qudrah
2.
Iradat
3.
Ilmu
4.
Hayat
5.
Sama
6.
Basar
7.
Kalam
d.
Sifat
Ma’nawiyah, adalah kelaziman dari sifat ma’ani. Sifat Ma’nawiyah tidak dapat berdiri
sendiri, sebab setiap ada sifat ma’ani tentu ada sifat ma’nawiyah. Jumlah sifat
Ma’nawiyah sama dengan jumlah sifat ma’ani, yaitu:
1.
Qadiran
2.
Muridan
3.
‘Aliman
4.
Hayyan
5.
Sami’an
6.
Basiran
7.
Mutakalliman
SIFAT-SIFAT MUSTAHIL BAGI ALLAH
1. Pengertian
Sifat Mustahil Bagi Allah
Sifat Mustahil bagi Allah yaitu sifat
yang tidak layak dan tidak mungkin ada pada Allah dan sekiranya terdapat sifat
tersebut akan melemahkan derajat Allah.
2. Pembagian
Sifat-sifat Mustahil Bagi Allah
Sifat-sifat Mustahil ini merupakan
kebalikan dari sifat-sifat wajib bagi Allah, karena itu jumlahnya sama, yaitu sebanyak
20 sifat. Adapun sifat-sifat mustahil tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Sifat
Mustahil dari sifat nafsiyah ada satu, yaitu ‘Adam.
b.
Sifat
Mustahil dari sifat Salbiyah ada lima, yaitu:
1.
Hudus
2.
Fana’
3.
Mumatsalatuhu
lil-hawadits.
4.
Ihtiyajuhu
li gairih
5.
Ta’addud
c.
Sifat
mustahil dari sifat ma’ani ada tujuh, yaitu:
1.
‘Ajz
2.
Karahah
3.
Jahl
4.
Maut
5.
Samam
6.
‘Umy
7.
Bukm
d.
Sifat
mustahil dari sifat ma’nawiyah ada tujuh, yaitu:
1.
‘Ajizan
2.
Mukraham
3.
Jahilan
4.
Mayyitan
5.
Asamm
6.
A’ma
7.
Abkam
SIFAT-SIFAT JAIZ BAGI ALLAH
1. Pengertian
Sifat Ja’iz Bagi Allah
Kata “Jaiz”
menurut bahasa berarti “boleh”. Yang
dimaksud dengan sifat jaiz bagi Allah ialah sifat yang boleh ada dan boleh pula
tidak ada pada Allah.
Sifat jaiz ini tidak menuntut pasti ada
atau pasti tidak ada. Allah bebas dengan kehendak_Nya sendiri tanpa ada yang
menghendaki. Allah boleh saja tidak menciptakan alam ini, jika dia tidak
menghendaki alam ini.
2. Pembagian Sifat
Ja’iz Bagi Allah
Berbeda dengan sifat Wajib dan sifat
Mustahil, sifat Jaiz bagi Allah hanya satu, yaitu:
Artinya:
“Memperbuat
segala sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak memperbuat_Nya.”
Yang dimaksud dengan sesuatu yang
mungkin terjadi adalah sesuatu yang boleh terjadi dan boleh juga tidak terjadi.
Allah bebas menciptakan dan berbuat sesuatu yang Dia kehendaki.
SIFAT JAIZ
1.
Fi’lu
Kulli
Mumkinin
Au tarkuhu
Sifat Wajib Dan Mustahil Bagi Rasul
Berikut ini adalah 4 sifat yang wajib bagi Rasul :
- Siddiq. Artinya benar dalam segala ucapan dan tingkah lakunya. Sifat Rasul ini berarti menerjemahkan, bahwa Rasul tidak pernah berbohong.
- Amanah. Artinya bisa dipercaya. Rasul adalah utusan Allah yang diberikan amanah untuk menuntun umatnya kejalan yang benar.
- Tabligh. Artinya menyampaikan. Pada diri seorang Rasul memiliki sifat ini, yaitu menampaikan semua yang di wahyukan Allah kepadanya.
- Fatanah. Artinya adalah pintar, cerdas. Seorang Rasul memiliki kecerdasan yang bisa digunakan untuk menebarkan agama Allah.
Berikut adalah sifat yang mustahil bagi Rasul :
- Kazib. Artinya dusta. Seorang Rasul tidak pernah berdusta atau berbohong
- Khianat. Artinya curang
- Kitman. Artinya Tdak menyampaikan atau selalu menyembunyikan
- Biladah. Artinya bodoh.
KEDUDUKAN ILMU TAUHID
1.Allah al’alim
2.Ayat Qur’aniyah & Kauniyah
3.Sejarah Ilmu Tauhid
4.Kedudukan Ilmu Tauhid diantara Semua Ilmu
5.AlQur’an adalah Kitab Tauhid
Al ‘alimAllah Al ‘Alim (Yang Maha Mengetahui)
1. Ilmunya mencakup seluruh wujud
“Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu”
(Q.S. al-An’am [6] : 80)
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali dia sendiri, dan dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)”
(Q.S. al-An’am [6] : 59)
2. Segala aktivitas lahir dan batin manusia diketahuiNya Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.
Q.S. al-Mu’min [40] : 19
3. Mengetahui yang lebih tersembunyi dari rahasia bahkan yang telah dilupakan manusia
Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu,
Maka Sesungguhnya Dia mengetahui rahasia
dan yang lebih tersembunyi
Q.S. Thaahaa [20] : 7.
4.Mengetahui yang belum terjadi
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.QS. Al-Hadid [57] : 22
5.Pengetahuan semua makhluk bersumber dari pengetahuanNya…….Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
Q.S. al-Baqarah [2] : 255
Atsar Tauhid Dalam Kehidpan
أهَمِّيَّةُ عِلْمِ التَّوْحِيْدِ فِي الحَيَاةِ الدُّنْيَا
A. Bahaya Akibat Jahil terhadap Ilmu Tauhid (أَضْرَارُ الجَهْلِ بِعِلْمِ التَّوْحِيْدِ )
Apa akibat negatif dari kejahilan terhadap ilmu tauhid dalam hidup manusia?
Pertama, orang yang tidak mengenal Penciptanya seperti orang buta di dunia ini, ia tidak tahu mengapa ia diciptakan, atau apa hikmah (tujuan) keberadaannya di atas bumi ini. Hidupnya berakhir dalam keadaan ia tidak tahu mengapa ia memulai hidup. Ia keluar dari dunia tanpa tahu mengapa ia dulu masuk ke dalamnya.
إِنَّ اللَّهَ يُدْخِلُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يَتَمَتَّعُونَ وَيَأْكُلُونَ كَمَا تَأْكُلُ الْأَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ﴿١٢﴾
Kedua, siapa yang tidak beriman kepada hari akhir, maka ia ditipu oleh dunia, ia jadikan semua cita-cita dan ambisinya adalah bagaimana mewujudkan kepentingannya di dunia sebelum mati, mengambil yang halal dan haram, tidak peduli apakah itu membahayakan orang lain atau tidak karena yang penting adalah kepentingannya. Dengan sikap egois ini masyarakat menjadi cerai berai, interaksi dan hubungan sesama anggota masyarakat menjadi rusak, mereka saling membenci dan memerangi, tidak seperti masyarakat yang beriman dan berpegang teguh dengan agamanya.
Ketiga, bila kejahilan terhadap ilmu tauhid ini merata di masyarakat, maka aqidah atau keyakinan masyarakat akan rusak, lalu amal pun akan rusak, maksiat dan dosa tersebar luas, kemudian mengakibatkan turunnya hukuman Allah swt atas umat Islam yang mengabaikan atau meninggalkan prinsip agama mereka.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ﴿٤١﴾
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Ruum: 41).
B. Pengaruh Ilmu Tauhid dalam Kehidupan (ثَرُ عِلْمِ التَّوْحِيْدِ فِي الحَيَاة ِ)
Apakah pengaruh ilmu tauhid dalam kehidupan?
Pertama, orang yang bertauhid dan beriman kepada Allah dan rasul-Nya pasti tahu mengapa Allah SWT menciptakannya sehingga ia berada di atas jalan yang lurus, ia mengetahui dari mana awal dan ke mana akhir hidupnya, jauh dari kebutaan dan kesesatan.
أَفَمَن يَمْشِي مُكِبًّا عَلَىٰ وَجْهِهِ أَهْدَىٰ أَمَّن يَمْشِي سَوِيًّا عَلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ﴿٢٢﴾
Kedua, tauhid menjadikan hati-hati manusia bersatu dengan Rabb yang satu, satu kitab, satu risalah, dan satu kiblat, dan iman juga menjadikan manusia saling mencintai dan bersaudara seperti firman Allah SWT :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ﴿١٠﴾
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujuraat: 10).
Rasulullah SAW bersabda
:
مَثَلُ المُؤْمِنِيْنَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالحُمََّى (رَوَاهُ مُسْلِمٌ عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رضي الله عنه).
“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan saling bersikap lemah lembut adalah seperti satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh merasakan sakit maka semua anggota tubuh yang lain akan sulit tidur dan demam.” (HR. Muslim dari An-Nu’man bin Basyir RA).
Masyarakat beriman adalah masyarakat yang melakukan ta’awun (saling bekerja sama) dalam kebaikan dan taqwa dimana anggota masyarakatnya saling melarang dari perbuatan dosa dan permusuhan, semua berusaha untuk sukses menggapai ridha Allah, individunya merasa takut untuk berbuat zhalim, mencuri, menipu, membunuh, berzina, menyuap atau menerima suap, berdusta, dengki, ghibah atau perbuatan jahat lain karena ia takut kepada Allah dan takut kepada hari di mana ia harus berhadapan dengan Allah SWT untuk mempertanggungjawabkan semua amalnya.
Dan ketika kaum muslimin berpegang teguh dengan tauhid mereka menjadi orang-orang yang terbaik seperti firman-Nya
:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ﴿١١٠﴾
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali-Imran: 110)
Ketiga, bila iman telah menyebar luas di masyarakat, maka pastilah akan membuahkan amal shalih yang diridhai Allah swt sehingga membuka berbagai pintu kebaikan dan mendatangkan pertolongan Allah dalam menghadapi musuh-musuh
mereka.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ ﴿٩٦﴾
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raaf: 96)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَنصُرُوا اللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)
Begitulah dulu kaum muslimin, sebelumnya mereka adalah orang-orang yang lemah dan miskin, namun mereka beriman dan beramal shalih hingga Allah membuka pintu-pintu keagungan di dunia untuk mereka, Allah cukupkan mereka dengan karunia-Nya, dan Allah tolong mereka dari musuh-musuh mereka dengan pertolongan yang gilang-gemilang.
C. Kesimpulan (الخُلاَصَةُ)
- Siapa saja yang tidak mengenal tauhid maka ia buta seperti hewan yang mati berkalang tanah dalam keadaan tidak tahu mengapa ia dulu memulai kehidupan, ia meninggalkan dunia tanpa tahu mengapa dulu ia memasukinya.
- Mereka yang tidak beriman kepada hari akhir tidak ada yang ia pikirkan kecuali pemenuhan kesenangan dunia tanpa peduli halal atau haram. Dengan begitu kehidupan menjadi rusak dan masyarakat pun terpecah belah.
- Jika ia iman melemah, maka dosa akan bertambah sehingga mungkin saja Allah SWT menurunkan azabnya bagi para pendosa.
- Orang yang beriman mengenal Rabb dan Penciptanya, ia mengetahui mengapa Allah menciptakannya di dunia ini sehingga ia hidup dengan petunjuk dari Allah SWT, berjalan di atas jalan yang lurus. Orang yang beriman dengan iman yang benar tidak akan berbuat zhalim, mencuri, berzina, atau perbuatan haram lainnya, dengan demikian hidup masyarakat akan baik, anggota masyarakat bersaudara dan solid.
- Iman itu berbuah amal shalih, membuat ridha Al-Khaliq, sehingga berbagai keberkahan pun Ia bukakan, bantuan-Nya kepada kaum mukminin pun Ia kucurkan untuk menolong hamba-Nya menghadapi musuh mereka sebagaimana terjadi dengan salaf shalih.
Manfaat Dan Tujuan Ilmu Tauhid
Kalau tauhid cuma diketahui, tapi tidak dimiliki dan dihayati, ia
hanya menghasilkan keahlian dalam seluk beluk ketuhanan namun tidak
berpengaruh apa-apa terhadap seseorang. Sebaliknya, jika seseorang hanya
memiliki jiwa tauhid ia akan menjadi sangat fanatik bahkan mungkin
terlempar ke luar dari ketauhian yang sebenarnya. Dengan demikian,
maksud dan tujuan tauhid bukanlah sekedar mengaku bertauhid saja, tetapi
jauh dari itu sebab tauhid mengandung sifat-sifat:
1. Sebagian sumber dan motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
2. Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadat dengan penuh keikhlasan.
3. Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan.
4. Mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.
1. Sebagian sumber dan motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
2. Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadat dengan penuh keikhlasan.
3. Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan.
4. Mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.
Dengan demikian, tauhid sangat bermanfaat bagi kehidupan umat
manusia. Ia tidak hanya sekedar memberikan ketentraman batin dan
menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kemusyrikan, tetapi juga
berpengaruh besar terhadap pembentukan sikap dan perilaku keseharian
seseorang. Ia tidak hanya berfungsi sebagai akidah, tetapi berfungsi
pula sebagai falsafah hidup. Kehadiran tauhid sebagai ilmu merupakn
hasil pengkajian para ulama terhadap apa yang tersurat dan tersirat di
dalam al qur’an dan hadits. Ayat-ayat al qur’an dan hadist-hadist itu
mereka teliti secara intensif sehingga mereka berhasil merumuskannya
menjadi suatu disiplin ilmu tersendiri. Tokoh yang dianggap pemula dalam
penyusunan ilmu ini adalah Abu al-Hasan Ali al-Asy’ari ( 260 – 324 H/
873 – 935 M ).
Semoga Bermanfaat :-)
1 komentar:
Jazakillah Khairan....
Posting Komentar